Rabu, 06 Juli 2011

Matahari dan Angin


Pada suatu siang ada sekelompok pendaki Gunung Merapi yang telah mencapai puncak. Mereka ramai-ramai bergembira merayakan kemenangannya. Karena dari delapan orang tinggal tiga orang yang bertahan sampai puncak. Ketiga orang itu pun mempunyai cita-cita yang berbeda. Ketua rombongan buru-buru ingin menancapkan bendera, yang satu cari bunga edelwis dan yang satu lagi ingin teriak sekuat-kuatnya.

Sementara itu pemimpin rombongan tersebut berjalan menuju ke sebuah batu yang besar, ia berteriak penuh kemenangan. Dengan jaket tebal yang melilit di tubuhnya dia menancapkan sang saka di tempat yang paling tinggi. Dua bendera tertancap dan menulikan nama-nama teman yang telah berhasil ke puncak.

Melihat itu rupanya angin dan matahari turut senang memperhatikan kemenangan tersebut., maka berkatalah angin kepada matahari. “Hai matahari, lihatlah orang itu merasa hebat setelah sampai di puncak.” Kata angin kepada matahari, “Lantas apa yang kau inginkan dari orang tersebut?” Tanya matahari kepada angin. “Ayo kita tunjukkan juga siapa yang lebih hebat dari kita?”

“Maksudmu apa angin berkata seperti itu? Apa yang bisa membuktikan kita lebih hebat?” Tanya matahari keheranan.. “Coba lihat ketua rombongan yang sendirian memakai jaket tebal itu, siapa diantara kita yang bisa melepas jaket tersebut dialah yang menang.” “Ok kalau begitu aku turutin kemauanmu”.

Angin mendapat giliran pertama untuk bisa melepaskan jaket orang tersebut. Dengan angin yang kencang angin berusaha menyerang orang tersebut. Semakin kencang angin yang menerpa, semakin kencang juga orang yang berjaket tersebut merapatkan jaketnya agar tidak terlepas. Dengan kekuatan tersebut angin tidak bisa melepaskan jaket pemuda tersebut, maka angin menyuruh matahari untuk menunjukkan kebolehannya.

Matahari hanya tersenyum melihat angin kecapaian mengeluarkan tenaga tetapi tidak berhasil juga. Matahari terus tersenyum kepada pemuda berjaket tersebut. Dengan kelembutan dan kehangatan yang dipancarkan matahari, pemuda tersebut mulai kepanasan dan si pemuda pelan-pelan melepas jaketnya. Angin merasa keheranan dan mengaku kalah kepada matahari.

Apa pesan dibalik cerita tersebut?
Banyak sekali orang-orang disekitar kita yang sering ingin memaksakan kehendaknya karena ia merasa kaya, merasa kuat, merasa lebih hebat dari orang disekitarnya.. Sehingga dari sikap, perbuatan dan kata-katanya pun sering tidak memperhatikan perasaan orang lain.

Orang-orang yang sombong, pemarah , merasa benar, pintar dan hebat tersebut ibarat angin. Jika seseorang marah kepada orang lain, mengkritik orang, dan meyalahkan ia merasa dirinya paling benar, paling hebat dan merasa dia terpuaskan. Padahal setelah kejadian tersebut orang yang kena marah dan kritik tersebut justru akan kurang respek, benci dan terkadang menjadi dendam.Seperti angin tadi, dengan kekuatannya justru tidak bisa mengalahkan.

Sementara orang yang tahu menempatkan diri ibarat matahari yang mampu mengalahkan dengan kelemah lembutan. Orang bijak selalu bilang bahwa kita dikatakan hebat jika kita bisa menang tanpa mengalahkan dan menang tanpa menjatuhkan, itulah yang terpuji dan bijak.

Tuhan memberikan kepada kita dua telinga dan satu mulut, tahukah maksudnya?
Berarti kita disuruh lebih banyak mendengarkan dari pada berbicara. Tanpa harus marah-marah, mengkritik mencela dan lain-lain. Kelemah lembutan dan kasih akan mengalahkan kekerasan, mari kita belajar banyak mendengar sebelum mengucapkan sesuatu.. Dale Carnegie bilang bahwa pembicara yang baik adalah seorang pendengar yang baik.

1 komentar:

Anonim 4 Agustus 2011 pukul 02.48  

Good pak.....lama gak muncul, salam

Posting Komentar

Powered By Blogger

Back to TOP